Pawai cinta sedang marak-maraknya di kepala. Sekali namamu terbisik,
rindu pun ikut mengusik. Pantaskah rindu kumiliki pada seorang yang ada
dalam sekali temu? Tapi bukankah rindu itu tak mengenal frekuensi waktu
sesering apa kita hadir dalam temu, dan selama apa aku mengenalmu?
Bukankah rindu itu makanan rakyat jelata, tanpa ada status sosial yang
membeda-bedakan strata? Jikalau saja bisa bernego dengan peri waktu, aku
ingin Ia menghentikan jarum-jarum yang berlarian itu saat aku
bersamamu. Pasti itu adalah kado termanis yang bisa dihadiahkan untukku.
Tapi semesta lebih pandai dalam menguntai cerita soal cinta.
Beginilah esensi seninya perjalanan cinta, aku ingin kita perlahan-lahan menikmatinya
Kepada waktu, kutitipkan percaya tanpa sedikitpun ragu. Karena aku
yakin, ia yang paling tahu kapan saat yang tepat untuk kita bertemu.
Sementara senyum yang akan sedikit tersamarkan dan degup yang pastinya
tak karuan kuserahkan kepada semesta. Aku tahu, ia yang paling ahli
dalam mempertemukan dua hati untuk melangkah bersama. Jika ada
kesempatan untuk bertemu lagi, semoga Sang Maha mengizinkanku untuk
berbenah diri sehingga ke hidup ini kamu dapat dengan leluasa
menjejakkan kaki. Serupa anak kecil yang paling gemar menunggu kejutan,
seperti itu semestinya kita menjalani kehidupan. Maka dari itu tidak
perlu aku menduga-duga akan masa depan, karena memberikan kejutan itu
merupakan kesenangan Tuhan.
No comments:
Post a Comment